يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ
لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ (رواه
البخارى و مسلم)
Artinya :”Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu
telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata
dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah
berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori Muslim)
A. HUKUM NIKAH
Menurut
sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan
dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang
akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunat,
makruh dan haram. Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:
1. Jaiz, artinya dibolehkan dan inilah yang
menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup
menikah sedangkan bila tidak menikah khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan.
3. Sunat, yaitu orang yang sudah mampu menikah
namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada
perzinaan.
4. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan
pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia belum mempunyai
bekal untuk memberikan nafkah tanggungan-nya.
5. Haram, yaitu orang yang akan melakukan
perkawinan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti
perempuan atau niat buruk lainnya.
B. TUJUAN NIKAH
Secara umum tujuan pernikahan menurut
Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau
sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan dalam Islam
dalam diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan
hidup (sakinah). Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah
merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tentram. Allah SWT berfirmanYang Artinya
:” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
2. Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah
merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami, istri dan anak. ( lihat QS. Ar- Rum :
21 yang Artinya :”Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. “)
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah
dan diridhai Allah SWT
4. Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena
melaksanakan perintah Allah swt maka menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah swt., berfirman yang Artinya :"
Maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
5. Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah
saw., mencela orang yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk
menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya:
أَلنِّكَاحُ سُنَّتِى
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى
فَلَيْسَ مِنِّى (رواه البخارى
و مسلم)
Artinya :"Nikah itu
adalah sunahku, barang siapa tidak
senang dengan sunahku, maka bukan golonganku". (HR.
Bukhori dan Muslim)
6. Untuk
memperoleh keturunan yang syah. Allah swt., berfirman yang Artinya :”
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Al-Kahfi : 46)
Sebelum pernikahan berlangsung dalam
agama Islam tidak mengenal istilah pacaran akan tetapi dikenal dengan nama
“khitbah”. Khitbah atau peminangan adalah penyampaian maksud atau permintaan
dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan istrinya baik secara
langsung oleh si peminang atau oleh orang lain yang mewakilinya. Yang diperbolehkan selama
khitbah, seorang pria hanya boleh melihat muka dan telapak tangan. Wanita yang
dipinang berhak menerima pinangan itu dan berhak pula menolaknya. Apabila
pinangan diterima, berarti antara yang dipinang dengan yang meminang telah
terjadi ikatan janji untuk melakukan pernikahan. Semenjak diterimanya pinangan
sampai dengan berlangsungnya pernikahan disebut dengan masa pertunangan. Pada
masa pertungan ini biasanya seorang peminang atau calon suami memberikan suatu
barang kepada yang dipinang (calon istri) sebagai tanda ikatan cinta yang dalam
adat istilah Jawa disebut dengan peningset.
Hal yang perlu disadari oleh pihak-pihak
yang bertunangan adalah selama masa pertunangan, mereka tidak boleh bergaul
sebagaimana suami istri karena mereka belum syah dan belum terikat oleh tali
pernikahan. Larangan-larang agama yang berlaku
dalam hubungan pria dan wanita yang bukan muhrim berlaku pula bagi mereka
yang berada dalam masa pertunangan.
Adapun wanita-wanita yang haram dipinang
dibagi menjadi 2 kelolmpok yaitu :
- Yang haram dipinang dengan cara sindiran dan
terus terang adalah wanita yang termasuk muhrim, wanita yang masih
bersuami,wanita yang berada dalam masa iddah talak roj’i dan wanita yang sudah
bertunangan.
- Yang haram dipinang dengan cara terus
terang, tetapi dengan cara sindiran adalah wanita yang berada dalam iddah wafat
dan wanita yang dalam iddah talak bain (talak tiga).
C. RUKUN NIKAH DAN SYARATNYA.
Syah atau tidaknya suatu pernikahan bergantung kepada
terpenuhi atau tidaknya rukun serta
syarat nikah.
1. Calon
suami :
a. beragama
Islam
b. atas kehendak sendiri
c. Bukan muhrim
d. Tidak sedang ihrom haji
2. Calon
Istri
a. Beragama
Islam
b. Tidak
terpaksa
c. bukan
Muhrim
d. Tidak
bersuami
e. Tidak
sedang dalam masa idah
f. Tidak
sedang ihrom haji atau umroh
3. Adanya
Wali & Adanya 2 Orang Saksi
a. Mukallaf (Islam, dewasa,
sehat akal)
(Ali Imron : 28)
b. Laki-laki merdeka
c. Adil
d. Tidak sedang ihrom haji atau
umroh
4. Adanya
Ijab dan Qobul
Dengan
kata-kata " nikah " atau
yang semakna dengan itu.
Berurutan
antara Ijab dan Qobul
Keterangan :
- Contoh Ijab : Wali perempuan berkata kepada
pengantin laki-laki : "Aku nikahkan anak perempuan saya bernama si Fulan
binti …… dengan ....... dengan mas kawin seperangkat sholat dan 30
juz dari mushaf Al-Qur’an".
أَنْكَحْتُكَ
وَزَوَّجْتُكِ فُلاَنَة بِنْتِ ... بِمَهْرِ عَدَوَاتِ الصَّلاَةِ وَثَلاَثِيْنَ جُزْأً مِنْ مُصْحَافِ
الْقُرْاَنِ حَالاً
- Contoh Qobul :
Calon suami menjawab: "Saya terima nikah dan perjodohannya dengan diri
saya dengan mas kawin tersebut di depan". Bila dilafalkan dengan bahasa
arab sebagai berikut :
قَبِلْتُ
نِكَحَهَا وَتَزْوِجَهَا لِنَفْسِى بِالْمَهْرِ الْمَذْكُوْرِ
- Perempuan yang
menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya tidak syah. Rasulullah saw, bersabda : Artinya :"Perempuan
mana saja yang menikah tanpa seizin walinya maka pernikahan itu batal (tidak
syah)". (HR. Empat Ahli Hadits kecuali Nasai).
Saksi harus benar-benar adil. Rasulullah saw., bersabda :
لاَنِكَاحَ
إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ (روه احمد
)
Artinya:"Tidak syah nikah seseorang melainkan dengan wali dan 2 orang saksi yang adil". (HR. Ahmad)
Setelah
selesai aqad nikah biasanya diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum
mengadakan walimah adalah sunat muakkad. Rasulullah SAW bersabda :”Orang yang
sengaja tidak mengabulkan undangan berarti durhaka kepada Allah dan RasulNya’.
(HR. Bukhori)
MUHRIM
Menurut pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan.
Menurut Istilah dalam ilmu fiqh muhrim adalah wanita yang haram dinikahi.
Penyebab wanita yang haram dinikahi ada 4 macam :
1. Wanita yang
haram dinikahi karena keturunan
a. Ibu kandung
dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).
b. Anak
perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya).
c. Saudara
perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau seibu).
d. Saudara
perempuan dari bapak.
e. Saudara
perempuan dari ibu.
f. Anak
perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.
g. Anak
perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.
2. Wanita yang
haram dinikahi karena hubungan sesusuan
a. Ibu yang
menyusui.
b. Saudara
perempuan sesusuan
3. Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan
a. Ibu dari
istri (mertua)
b. Anak tiri
(anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah kumpul dengan ibunya.
c. Ibu tiri
(istri dari ayah), baik sudah di cerai atau belum. Allah SWT berfirman yang
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang
telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh)”. (An-Nisa: 22)
d. Menantu
(istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.
4. Wanita yang
haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
Misalnya
haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara,
terhadap perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan kemenakannya. (lihat An-Nisa : 23)
Wali nikah di bagi menjadi 2 macam yaitu wali nasab dan
wali hakim :
1. Wali nasab
yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan
dinikahkan. Adapun Susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut :
a. Ayah kandung,
ayah tiri tidak syah jadi wali
b. Kakek (ayah
dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya ke atas
c. Saudara
laki-laki sekandung
d. Saudara
laki-laki seayah
e. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
f. Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah
g. saudara
laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
h. Anak
laki-laki dari sdr laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah
i. Anak laki-laki
dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
2. Wali hakim,
yaitu seorang kepala Negara yang beragama Islam. Di Indonesia, wewenang
presiden sebagai wali hakim di limpahkan kepada pembantunya yaitu Menteri
Agama. Kemudian menteri agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai
wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap
kecamatan. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi
sebagai berikut :
a. Wali nasab
benar-benar tidak ada
b. Wali yang lebih dekat (aqrob) tidak memenuhi
syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad) tidak ada.
c. Wali aqrob
bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan berikutnya
untuk berindak sebagai wali nikah.
d. Wali nasab
sedang berikhram haji atau umroh
e. Wali nasab
menolak bertindak sebagi wali nikah
f. Wali yang
lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat bertindak sebagai wali nikah
g. Wali yang
lebih dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya.
Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah,
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinnya :”Dari Aisyah r.a. berkata,
Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan wali dan dua
orang saksi yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah maka sulthan
(wali hakim) bertindak sebagi wali bagi orang yang tidak mempunyai wali”.(HR.
Darulquthni)
D. KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
Agar tujuan pernikahan tercapai, suami istri harus
melakukan kewajiban-kewajiban hidup berumah tangga dengan sebaik-baiknya dengan
landasan niat ikhlas karena Allah SWT semata. Allah SWT berfirman yang Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena laki-laki telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (An-Nisa : 34).
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: “Istri adalah
penaggung jawab rumah tangga suami istri yang bersangkutan”. (HR. Bukhori
Muslim).
Secara umum kewajiban suami istri adalah sebagi berikut :
Kewajiban Suami
Kewajiban
suami yang terpenting adalah :
a. Memberi
nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan secara maksimal.(lihat At-Thalaq:7)
b. Bergaul
dengan istri secara makruf, yaitu
dengan cara yang
layak dan patut
misalnya dengan kasih
sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya.
c. Memimpin
keluarga, dengan cara membimbing, memelihara semua anggota keluarga dengan penuh tanggung jawab. (Lihat
An-Nisa : 34)
d. Membantu
istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik
anak-anaknya agar menjadi anak yang shaleh. (At-Tahrim:6)
Kewajiban Istri
a. Patuh dan
taat pada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam. Perintah
suami yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak wajib di taati.
b. memelihara
dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami.
c. Mengatur
rumah tangga dengan baik sesuai dengan
fungsi ibu sebagai
kepala rumah tangga.
d. Memelihara
dan mendidik anak terutama pendidikan agama. Allah swt, berfirman yang Artinya
:"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka". (At-Tahrim : 6)
e. Bersikap
hemat, cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami.
E. TALAK
1. Pengertian
dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut
istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum
talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh
Allah swt. Nabi Muhammad saw, bersabda :
أَبْغَضُ
الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ
(رواه ابوداود)
Artinya
:"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak".
(HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak)
ada 3 macam :
a. Yang
menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
b. Yang dijatuhi
talak adalah istrinya.
c. Ucapan talak,
baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
Cara sharih: misalnya “saya talak engkau!” atau “saya
cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi
kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah talaknya
walupun tidak berniat mentalaknya.
Cara kinayah: misalnya “Pulanglah engkau pada orang
tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi
kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. Jadi kalau suami
mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat
mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
2. Lafal dan
Bilangan Talak.
Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan
kata-kata yang jelas
atau dengan kata-kata
sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua
masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila masa idahnya telah habis maka
harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh : 229).
Pada talak 3 suami
tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya
itu nikah dengan laki-laki
lain dan sudah digauli serta telah
ditalak oleh suami keduanya itu".
3. Macam-Macam
Talak. Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Talak
Raj'i yaitu talak
dimana suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah
lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya
atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya
selam masih dalam masa iddah.
b. Talak Bain.
Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
v Talak bain
sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak
khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad nikah lagi baik masih dalam masa idah atau
sudah habis masa idahnya.
v Talak bain kubro
yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam waktu
yang berbeda. Dalam talak ini suami
tidak boleh rujuk atau
menikah dengan bekas istri
kecuali dengan syarat :
· Bekas istri telah menikah lagi dengan
laki-laki lain.
· Telah dicampuri dengan suami yang
baru.
· Telah dicerai dengan suami yang baru.
· Telah selesai masa idahnya setelah
dicerai suami yang baru.
4. Macam-macam
Sebab Talak. Talak bisa terjadi karena :
a. Ila' yaitu
sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan
adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah
kembali maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim
berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau mentalaknya.
b. Lian, yaitu
sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4
kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas
diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4
kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila
tuduhan itu benar".
c. Dzihar, yaitu
ucapan suami kepada istrinya yang berisi ”penyerupaan istrinya dengan ibunya”
seperti : "Engkau seperti punggung
ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab
dianggap salah satu cara menceraikan istri.
d. Khulu' (talak
tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada
suami. Talak tebus biasanya atas kemauan
istri. Penyebab talak antara lain :
Ø Istri sangat
benci kepada suami.
Ø Suami tidak
dapat memberi nafkah.
Ø Suami tidak
dapat membahagiakan istri.
e. Fasakh, ialah
rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu :
o Karena rusaknya
akad nikah seperti :
§
diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
§
Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.
§
Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.
o Karena rusaknya
tujuan pernikahan, seperti :
§
Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata
penjahat.
§
Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah
tangga.
§
Suami dinyatakan hilang.
§
Suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.
5. Hadhonah.
Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih
kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak mengasuh anaknya adalah :
a. Ketika masih
kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b. Jika si ibu
telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.
F. IDDAH
Secara bahasa
iddah berarti ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa
menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah
dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada
bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.
1. Lamanya Masa
Iddah.
a. Wanita yang
sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b. Wanita yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati
suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10
hari. (lihat QS. Al-Baqoroh ayat 234)
c. Wanita yang
dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci). (lihat
QS. Al-Baqoroh : 228)
d. Wanita yang
tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-Talaq :4 )
e. Wanita yang
dicerai sebelum dicampuri
suaminya maka baginya
tidak ada masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)
2. Hak Perempuan
Dalam Masa Iddah.
a. Perempuan
yang taat dalam iddah raj'iyyah (dapat
rujuk) berhak mendapat dari suami yang
mentalaknya: tempat tinggal, pakaian,
uang belanja. Sedang wanita yang durhaka
tidak berhak menerima apa-apa.
b. Wanita dalam
iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak atas
tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
c. Wanita dalam
iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak
mendapat harta waris suaminya.
G. RUJUK.
Rujuk artinya kembali. Maksudnya ialah kembalinya suami
istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan masih dalam masa iddah. Dasar hukum rujuk
adalah QS. Al-Baqoroh: 229, yang artinya sebagai berikut: "Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
rujuk".
1. Hukum Rujuk.
Ø Mubah, adalah
asal hukum rujuk.
Ø Haram, apabila
si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
Ø Makruh, bila
diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
Ø Sunat, bila
diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
Ø Wajib, khusus
bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
2. Rukun Rujuk.
1. Istri,
syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i dan masih dalam masa iddah.
2. Suami,
syaratnya : Islam, berakal sehat dan tidak terpaksa.
3. Sighat (lafal
rujuk).
4. Saksi, yaitu
2 orang laki-laki yang adil.
H. PERKAWINAN MENURUT UU No: 1 tahun 1974.
1. Garis besar
Isi UU No : 1 tahun 1974.
UU No : 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terdiri dari 14
Bab dan 67 Pasal.
2. Pencatatan
Perkawinan
Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa :
"Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Ketentuan
tentang pelaksanaan pencatatan perkawinan ini tercantun dalam PP No : 9 Tahun
1975 Bab II pasal 2 sampai 9.
3. Syahnya
Perkawinan.
Dalam pasal 2 ayat 1 ditegaskan bahwa : "Perkawinan adalah syah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya
itu".
4. Tujuan Pekawinan.
Dalam Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan
perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
5. Talak.
Dalam Bab
VIII pasal 29 ayat 1
dijelaskan bahwa : "Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang
pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
6. Batasan Dalam
Berpoligami.
· Dalam
pasal 3 ayat 1 diljelaskan bahwa :"Pada dasarnya dalam suatu
perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami".
· Dalam
pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal
seorang suami akan beristri lebih
dari seorang ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah
tempat tinggalnya.
· Pengadilan hanya memberi ijin berpoligami
apabila :
Ø Istri tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Ø Istri mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Ø Istri tidak
dapat melahirkan keturunan.
Ø Dalam pengajuan
berpoligami harus dipenuhi syarat-syarat
:
Ø Adanya
persetujuan dari istri.
Ø Adanya kepastian
bahwa suami mampu
menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Ø Adanya jaminan
bahwa suami akan belaku
adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar